Topeng Sang Putri Part 4


9


Elleinder melihat Illyvare yang berdiri di ambang pintu.
“Maafkan aku, Illyvare. Aku ingin menemanimu tetapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan secepatnya. Aku terpaksa membatalkan semua jadwalku bersamamu pagi ini karenanya.”
“Saya mengerti. Linty telah memberitahu saya.”
Elleinder mendekati Illyvare. “Setelah urusan ini selesai, aku akan menemanimu lagi. Hari ini engkau terpaksa pergi sendirian ke Kemmiyarf. Beberapa prajurit akan mengawalmu dan Pasukan Pengawal akan menjagamu.”
“Saya mengerti.”
Elleinder tidak tega membiarkan Illyvare berkeliling Skellefreinth sendirian tetapi ia terpaksa melakukannya. Ia menginginkan sebuah kejelasan dan tanpa sepengetahuan Illyvare. Dalam rencana, hari ini ia dan Illyvare akan pergi ke kawasan tempat tinggal orang-orang miskin di tepi Istana Qringvassein. Tetapi karena rencananya, ia terpaksa membiarkan Illyvare pergi sendiri.
“Elleinder!” Pintu tiba-tiba terbuka.
Arwain terkejut melihat Illyvare.
“Selamat pagi, Sir Arwain,” salam Illyvare.
“Selamat pagi, Paduka Ratu,” balas Arwain gugup.
“Kukira sekarang mereka sedang menantimu,” kata Elleinder.
Illyvare mengangguk.
Elleinder membukakan pintu untuk Illyvare dan berkata perlahan setengah berbisik, “Maafkan aku, Illyvare. Aku sungguh-sungguh menyesal tidak dapat menemanimu.”
Illyvare tersenyum pengertian dan meninggalkan tempat itu.
“Mengapa engkau tidak menemaninya?” tanya Arwain heran.
“Mengapa engkau datang tergesa-gesa, Arwain? Ada sesuatu yang ingin kaukatakan?”
“Ya,” kata Arwain tegas, “Aku ingin memprotesmu karena tidak mengatakan Reischauer bisa membunuhku karena aku menggoda istrimu.”
“Aku telah memperingatimu,” kata Elleinder tenang dan kembali ke meja kerjanya.
Arwain menuju jendela dan melongok keluar melihat kepergian Illyvare.
“Ia mempunyai pengawal yang luar biasa. Baru kali ini aku merasa setakut itu. Aku takkan pernah menginjakkan kaki di sini lagi bila mengingat mereka ada di sekitarku. Mereka membuat seluruh tubuhku merinding ketakutan.”
“Jadi itu sebabnya kemarin sore aku tak melihatmu.”
“Bayangkan, Elleinder!” Tiba-tiba Arwain berbalik dan menatap tajam Elleinder. “Yang menodongku itu wanita dan ia membuat aku takut setengah mati. Kalau Putri Illyvare tidak mengatakan sesuatu padanya, aku pasti sudah terkencing-kencing.”
“Wanita?” tanya Elleinder tak percaya, “Bukannya laki-laki?”
“Aku tidak terlalu tuli untuk membedakan suara wanita dan suara pria, Elleinder,” kata Arwain kesal, “Wanita itu berkata sangat tajam dan penuh bahaya. Ia benar-benar membuatku sangat ketakutan.”
“Aku telah memperingatimu,” Elleinder mengingatkan dengan tenang.
“Sebenarnya Putri Illyvare bisa berapa bahasa?”
“Aku tidak tahu.”
“Kalau kuhitung-hitung, ia bisa menggunakan empat bahasa. Inggris, Latin Kuno, Prancis, dan bahasa aneh itu. Aku yakin ia masih menguasai bahasa lain. Apakah perimu itu bisa menggunakan semua bahasa di dunia ini?”
“Mengapa engkau tidak menanyakannya langsung padanya?”
“Berbicara dengannya sekarang membuatku merinding. Aku tidak dapat membayangkan kalau seorang wanita membuatku sangat ketakutan dan mengalungkan pedangnya di leherku.”
“Mereka tidak akan melakukannya bila engkau tidak mengganggu Illyvare.”
“Engkau percaya, Elleinder, ia menggunakan bahasa yang aneh ketika memerintah wanita itu. Bahasa yang sangat aneh. Belum pernah aku mendengarnya.”
“Kurasa itu semacam suatu bahasa khusus untuk memberi perintah Reischauer. Kadang-kadang kekuatan pasukan rahasia dapat membahayakan bila diatur oleh orang yang salah.”
“Aku berharap tidak bertemu mereka lain kali.”
“Sebaiknya memang tidak. Aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan padamu,” kata Elleinder tenang, “Sekarang bisakah engkau meninggalkanku?”
“Engkau mengusirku?”
“Tidak. Aku memerintahkanmu. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku lakukan.”
“Baiklah,” Arwain mengalah, “Sampai jumpa lagi, Elleinder. Nanti aku akan kembali.”
Elleinder melipat tangannya di meja. Ia menanti kedatangan seseorang.
Orang yang dinanti-nantikan Elleinder itu akhirnya datang.
“Saya datang setelah mengantar kepergian Paduka Ratu, seperti perintah Anda, Paduka,” Nissha melapor.
“Duduklah, Nissha. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”
“Apakah yang ingin Anda tanyakan, Paduka?”
“Apakah sebelum menikah denganku, Illyvare jatuh cinta pada seseorang?”
Nissha terkejut. “Dari mana Anda mendapat pikiran itu, Paduka?”
“Dari sikapnya, Nissha. Selama ini Illyvare sangat pendiam dan tenang. Ia sangat dingin seperti mengenakan topeng di wajahnya. Aku tidak pernah melihatnya benar-benar bahagia. Ia selalu tersenyum tetapi itu adalah topengnya. Topeng yang selalu tersenyum.”
“Paduka Ratu tidak pernah meninggalkan Istana bagaimana ia bisa jatuh cinta pada orang lain, Paduka? Bagaimana mungkin ada orang lain yang jatuh cinta pada seorang Putri yang dikatakan orang-orang buruk rupa? Satu-satunya pria dalam hidup Putri adalah ayahnya dan saudara sepupunya, Tuan Calf.”
“Tetapi sikapnya mengatakan lain, Nissha. Ia jarang berbicara denganku. Ia tampak seperti marah padaku karena aku membuatnya tidak bahagia.”
“Kalaupun ada yang membuat Paduka Ratu tidak bahagia, itu adalah Raja Leland,” kata Nissha mendesah.
“Bukankah selama ini Raja Leland menyembunyikan Illyvare di Istana Vezuza karena ia ingin mencari pria yang benar-benar mencintai Illyvare baik ia cantik maupun buruk?”
“Anda salah, Paduka. Semua yang Anda katakan itu semuanya salah. Salah besar,” Nissha menekankan.
“Putri tidak dingin seperti yang Anda katakan. Putri Illyvare adalah gadis yang pendiam dan tenang. Ia tidak marah pada Anda karena sejak lahir ia sudah jarang berbicara. Ia juga tidak pernah bisa marah, Paduka.”
“Tidak mungkin ada orang yang tidak bisa marah?”
“Kalau orang itu adalah Putri Illyvare, saya percaya.”
Elleinder tertarik mendengarnya.
“Sejak Ratu Kakyu, di dalam keluarga Kerajaan Aqnetta selalu ada seorang yang tenang. Ratu Kakyu adalah gadis yang tenang. Orang-orang mengatakan ia adalah gadis yang dingin-dingin tenang tetapi Raja Reinald mengatakan ia orang yang tenang-tenang dingin. Diceritakan turun temurun bahwa Ratu Kakyu adalah ratu Kerajaan Aqnetta yang paling tenang dalam segala hal tetapi tangkas.”
“Ratu Kakyu?” Elleinder tertarik mendengarnya.
“Saya tidak tahu banyak tentang Ratu Kakyu. Yang saya ketahui hanya keluarga Kerajaan Aqnetta mendapatkan warisan sifat tenang itu dari Ratu Kakyu. Kalau Anda ingin mengetahuinya lebih banyak, lebih baik Anda bertanya pada Putri.”
“Kuharap ia mau menceritakannya,” kata Elleinder, “Ia gadis yang sulit dibuat berbicara banyak, Nissha.”
“Ya, saya juga selalu kewalahan membuat Putri mau berbicara. Tak jarang dalam satu hari Putri sama sekali tidak berbicara. Putri Illyvare memang gadis yang sangat pendiam. Dalam sejarah keluarga Kerajaan Aqnetta, Putri Illyvare adalah gadis yang paling tenang.”
“Walaupun ia tahu di luar Istana, orang-orang menjelekkan dirinya, ia tetap tenang-tenang saja. Bahkan ketika tahu ia harus menikah dengan Anda, ia tetap tidak tampak terganggu. Putri Illyvare sangat tenang. Ketika ia bahagia, sedih maupun marah yang tampak di wajahnya hanyalah sikap tenangnya. Namun di balik itu semua, saya tahu ia adalah gadis yang lembut hati. Ia dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, apa yang tidak dirasakan orang lain.”
“Ia pasti Putri kebanggaan Raja Leland.”
“Saya juga berharap seperti itu,” kata Nissha sedih.
“Raja Leland tidak bangga padanya?” tanya Elleinder tak percaya, “Rakyat Kerajaan Skyvarrna sangat bangga mempunyai Ratu secantik peri tetapi Raja Leland tidak?”
“Seperti itulah, Paduka. Saya sangat bangga dapat mengasuh Putri Illyvare. Seperti yang rakyat Kerajaan Skyvarrna katakan, Putri Illyvare memang cantik dan mungil seperti peri. Tetapi Raja Leland berkata lain. Raja Leland sama sekali tidak menyayangi Putri. Ia malu pada Putri.”
Elleinder semakin tertarik mendengar cerita Nissha. Ia ingin tahu mengapa Raja Leland malu pada Illyvare yang sangat cantik dan sempurna seperti seorang peri itu.
“Raja Leland lebih bangga pada kakak Putri, Putri Rebecca.”
“Illyvare mempunyai kakak perempuan? Mengapa aku tak pernah mendengar tentangnya?”
“Ia meninggal ketika masih berumur delapan tahun, Paduka,” kata Nissha, “Saat itu Putri Rebecca dan Ratu Saundra dalam perjalanan ke Hutan Naullie dan karena hujan lebat, kereta yang mereka tumpangi tergelincir ke jurang. Tak seorangpun di antara mereka yang selamat. Saat itu Putri Illyvare tidak ikut bersama mereka.”
“Raja Leland sangat mengharapkan mempunyai seorang putra yang kelak dapat menggantikannya dan ketika Putri Rebecca lahir, ia sangat kecewa. Tetapi kekecewaannya itu terobati oleh kecantikkan Putri Rebecca. Putri Rebecca cantik tetapi Putri Illyvare lebih cantik lagi.”
Nissha mulai menjelaskan perbedaan Putri Illyvare dan Putri Rebecca. “Ia dan Putri Illyvare sangat bertolak belakang. Ia gadis yang periang dan kecantikkannya menyolok. Sedangkan Putri Illyvare sangat pendiam dan tenang, ia memiliki kecantikan yang lembut dan penuh misteri. Pada Putri Illyvare seakan-akan tampak ada sesuatu yang tak tersentuh manusia.”
“Putri Illyvare selalu tampak tenang dan ia seperti berada dalam suatu dunia lain. Di dalam dunianya itulah terdapat sesuatu. Sesuatu… sesuatu yang sangat… Entahlah saya sulit menjelaskannya. Tetapi sesuatu itu tampak seperti sebuah misteri yang sangat mempesona dan mampu membuat siapa saja terus memandang Putri Illyvare,” Nissha tampak kesulitan, “Sejak lahir ia sudah seperti seorang peri. Tetapi tidak bagi Paduka Raja Leland.”
“Ketika putri keduanya lahir, Raja Leland sangat kecewa dan kekecewaannya itu tak terobati oleh kecantikkan Putri Illyvare. Ia tetap menganggap Putri Rebecca sangat cantik dan Putri Illyvare tidak cantik. Setelah kematian Ratu Saundra dan Putri Rebecca, kekecewaan Raja Leland semakin besar. Ia semakin melarang Putri Illyvare meninggalkan Istana.”
Dengan sedih Nissha melanjutkan, “Sejak lahir Putri Illyvare selalu disuruhnya belajar giat. Raja Leland sering berkata Putri Illyvare tidak cantik dan hanya kecerdasannya saja yang dapat membuat seorang pria jatuh cinta pada Putri. Karena itu sejak lahir Putri Illyvare lebih banyak berada di Istana."
“Saya kasihan pada Putri Illyvare. Setiap hari ia hanya belajar, belajar, dan belajar. Tetapi ia sama sekali tidak mengeluh. Dibandingkan Putri Rebecca, Putri Illyvare memang lebih rajin. Putri Rebecca selalu memberontak bila disuruh belajar sedangkan Putri Illyvare selalu melakukannya dengan tekun.”
“Apa yang dilakukan Raja Leland pada Putri Illyvare memang kejam. Ia melarang Putri Illyvare menampakkan dirinya di depan umum. Orang-orang di Istana Vezuza juga dilarangnya mengatakan pada orang lain seperti apa rupa Putri Illyvare. Setiap ada tamu yang menginap, Putri dilarang meninggalkan kamarnya. Bahkan Raja Leland tega menyuruh Putri membaca semua buku di perpustakaan dan menghafalkannya.”
Elleinder terperanjat. “Dan Illyvare melakukannya dengan sangat baik,” tebaknya.
Nissha mengangguk sedih. “Sepanjang hari Putri Illyvare berada di Ruang Baca dan membaca semua buku-buku itu. Saya pernah berpikir mengapa Putri tahan membaca semua buku tebal itu. Bahkan banyak di antara buku-buku itu yang menggunakan bahasa asing sehingga Putri Illyvare harus mempelajari bahasa itu terlebih dulu.”
“Raja Leland sangat malu pada putrinya dan melarang Illyvare meninggalkan Istana Vezuza. Ia juga menyuruh Illyvare belajar setiap hari agar ada seorang pria yang tertarik padanya. Bukan karena kecantikkannya tetapi karena kecerdasannya,” Elleinder mengulang semua cerita Nissha.
“Aku tidak percaya bagaimana mungkin ia mengatakan Illyvare tidak cantik? Semua orang yang melihat Illyvare langsung jatuh cinta padanya, bagaimana mungkin ia mengatakannya?”
“Anda akan mengerti bila Anda tahu rupa Putri Rebecca, Paduka.”
“Kalau Putri Rebecca lebih cantik dari Illyvare, tentu akan banyak pria yang mengejarnya. Tentu saja bila ia masih hidup.”
“Saya kira tidak, Paduka. Pasti lebih banyak pria yang jatuh cinta pada Putri Illyvare. Putri Rebecca bukan seorang gadis yang lembut, Paduka. Ia cantik tetapi ia juga mudah marah. Sedangkan Putri Illyvare memiliki kecantikan yang tidak akan pernah Anda temukan di dunia ini dan ia sangat pendiam juga tenang. Andaikan Raja Leland memperbolehkan Putri meninggalkan Istana Vezuza, saya yakin sejak dulu Putri Illyvare telah menikah.”
“Sekarang aku sudah mengerti semuanya. Terima kasih, Nissha.”
“Saya senang dapat melakukannya, Paduka. Yang saya inginkan hanya dapat membuat Putri Illyvare bahagia.”
“Aku akan membuatnya bahagia, Nissha.”
“Apakah Anda mencintai Putri Illyvare?”
Elleinder terkejut oleh pertanyaan yang tak terduga itu.
“Saya melihat Putri mencintai Anda. Hanya kepada Anda saja Putri mau lebih sering berbicara.”
“Bagaimana engkau dapat menyimpulkan hal itu hanya karena Illyvare lebih sering berbicara denganku?”
“Anda akan mengerti kalau Anda melihat bagaimana diamnya Putri Illyvare ketika ia tinggal di Istana Vezuza. Anda tidak perlu heran bila berhari-hari tidak mendengar suara Putri.”
“Kalau melihat sikap Illyvare, aku dapat mempercayainya walaupun itu rasanya sulit. Tetapi bagaimanapun juga, aku tetap akan membuatnya bahagia.”
“Anda tidak akan mengurungnya seperti Raja Leland, bukan?”
“Untuk apa aku mengurungnya? Aku sangat bangga mempunyai istri seperti peri. Aku ingin menunjukkan pada semua orang seperti apakah istriku itu.”
“Saya lega mendengarnya. Saya yakin Putri Illyvare akan senang dapat melihat dunia yang tidak pernah dilihatnya selama tujuh belas tahun hidupnya.”
“Illyvare masih berumur tujuh belas?” tanya Elleinder tak percaya, “Orang-orang mengatakan ia lebih tua dari itu.”
“Raja Leland telah mengurung Putri sejak ia lahir, Paduka. Dan orang-orang itu menduga Putri Rebecca adalah Putri Illyvare. Rakyat Kerajaan Aqnetta saja tidak tahu kalau mereka mempunyai dua orang Putri bagaimana mungkin orang lain tahu? Putri Rebecca berbeda enam tahun dengan Putri Illyvare. Itu sebabnya Anda mendengar usia Putri Illyvare lebih tua dari yang sebenarnya.”
Sedikitpun Elleinder tidak pernah berpikir Illyvare lebih muda sepuluh tahun darinya.
“Kalau tidak ada yang ingin Anda tanyakan lagi, Paduka, saya ingin menemui Linty. Ia berjanji akan mengajari saya bahasa Latin Kuno.”
“Silakan, Nissha. Aku telah mendapatkan lebih banyak dari yang ingin aku ketahui. Terima kasih, Nissha.”
“Saya senang dapat melakukannya, Paduka.”  Nissha membungkuk hormat dan meninggalkan Ruang Kerja.
Elleinder menuju jendela dan memandang keluar. Tetapi yang terlihat olehnya adalah Illyvare yang sedang memandang jauh.
Nissha benar. Illyvare selalu terlihat tenang dan selalu memandang jauh. Di wajahnya yang tenang dan pandangannya yang jauh itu ia tampak seperti memiliki sebuah dunia sendiri.
“Tidak,” bantah Elleinder kepada dirinya sendiri.
Illyvare tidak membentuk dunia itu. Gadis itu tidak memiliki dunia lain tetapi ia telah menjadi bagian dari alam ini di mana pun ia berada dan itulah yang membuatnya tampak tak tersentuh dan tampak begitu mistik.
Terbayang jelas di ingatan Elleinder ketika ia mendapati Illyvare duduk di jendela Istana Camperbelt memandang jauh ke depan. Gaun hijaunya yang cerah membuatnya tampak seperti peri alam. Wajahnya tenang menunjukkan kedamaian hatinya, pandangan matanya menerawang jauh seperti merindukan saat-saat berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Saat itu Illyvare tampak menjadi bagian dari alam.
Sekarang ia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia akan membuat Illyvare bahagia. Ia akan melepas topeng dingin itu dari wajah cantik Illyvare dan menunjukkan pada dunia wajah seorang peri yang selalu berbahagia.

 
-----0-----

Bermil-mil dari Istana Qringvassein, Illyvare mengalami kesibukan yang luar biasa.
Orang banyak berusaha mendekatinya dan membuat para pengawal Illyvare kewalahan.
Illyvare tahu mereka ingin berbicara dengannya. Mencurahkan keluh kesah yang tampak di wajah mereka. Mereka mengharapkan uluran tangan Illyvare sebagai seorang Ratu.
Di lubuk hatinya yang terdalam, Illyvare merasa sedih. Di balik kemegahan kota Skellefreinth ternyata ada tempat yang memerlukan perhatian. Masih ada orang yang memerlukan bantuan di balik kemewahan gaya hidup Skellefreinth.
Setiap hal di dunia ini selalu memiliki kawan yang bertolak belakang. Ada yang kaya ada pula yang miskin. Ada yang benar ada pula yang salah. Ada putih ada hitam. Semua memiliki lawan.
Para prajurit membuat jalan untuk Illyvare.
Beberapa pengawal mendampingi Illyvare masuk ke sebuah rumah sakit yang kurang terawat. Dinding-dindingnya tidak seputih rumah sakit lainnya. Peralatan di dalamnya memerlukan banyak perbaikan.
Di dalam ketenangannya, Illyvare dapat merasakan kesedihan, keharuan juga rasa senang mereka melihat kedatangannya.
Prajurit-prajurit yang mengangkat kotak-kotak besar berisi bantuan mengawal Illyvare hingga ke kantor Kepala Rumah Sakit itu. Mereka meletakkan dua kotak itu di lantai kemudian meninggalkan kantor itu.
“Saya merasa terhormat Anda mau datang ke tempat sekotor ini, Paduka Ratu.”
“Selama masih ada yang tinggal, suatu tempat tidak dapat dikatakan kotor. Tempat ini hanya memerlukan perhatian lebih dan biaya besar untuk memperbaikinya.”
Pria tua itu kagum mendengar kata-kata Illyvare yang singkat tetapi penuh dengan hiburan dan perhatian.
“Perbaikan apa yang diperlukan?”
“Banyak sekali, Paduka Ratu, tetapi yang paling utama saat ini adalah obat-obatan dan tempat yang bersih,” jawab Dokter Lotham, “Tanpa obat-obatan dan sarana yang bersih, para pasien akan sulit sembuh, Paduka.”
Illyvare melihat sekeliling kantor kecil itu. Di atas meja yang usang berserakan kertas-kertas. Dinding-dindingnya tampak seperti hampir roboh.
“Aku ingin melihat para pasien,” kata Illyvare tiba-tiba.
“Sebaiknya tidak, Paduka,” Dokter Lotham cepat-cepat melarang, “Di sini sedang terjadi wabah penyakit menular. Saya akan merasa sangat bersalah bila Anda tertular.”
Sebelum Dokter Lotham melarangnya lagi, Illyvare berbalik meninggalkan kantor kecil itu dan menuju sebuah ruangan yang penuh berisi orang yang sedang kesakitan.
Dokter Lotham terkejut melihat tindakan Illyvare itu.
Gadis itu tidak berusaha bersikeras dengan keinginannya tetapi langsung melakukannya.
Banyak orang yang tergeletak di ruangan itu. Tidak ada tempat tidur yang baik di sana. Mereka tergeletak di lantai dan tidak terawat. Tubuh mereka yang kurus hanya dilindungi oleh sehelai selimut tipis yang kotor. Muka-muka pucat itu terkejut melihat kedatangan peri Kerajaan Skyvarrna.
Illyvare melihat sinar bahagia dan terharu di wajah-wajah yang kesakitan itu. Dengan susah payah mereka berusaha mendekati Illyvare. Gadis itu tidak mendekat juga tidak menjauh. Ia berdiri dengan anggunnya di tengah-tengah ruangan itu seolah-olah ingin orang-orang itu dengan semangat dan kekuatan mereka sendiri datang padanya.
Dengan susah payah akhirnya beberapa orang berhasil mendekati Illyvare. Para prajurit berusaha menyingkirkan orang-orang itu dari sekitar Illyvare.
Illyvare berlutut dan mendekati seorang di antara mereka.
“Paduka!” cegah para pengawal Illyvare dan Dokter Lotham bersamaan.
Terlambat bagi mereka untuk mencegah Illyvare menyentuh seorang pasien. Illyvare menyentuh tangan seorang wanita dan berkata, “Tempat ini juga memerlukan perawat.”
Para prajurit tidak tahu bagaimana mencegah Illyvare semakin mendekati mereka. Dokter Lotham juga tidak tahu bagaimana melarang Illyvare. Pria tua itu hanya dapat berkata, “Benar, Paduka.”
“Paduka,” seseorang di antara mereka memanggil, “Saya kedinginan, Paduka.”
Illyvare melihat seorang pria muda yang tengah kesakitan itu. Perlahan-lahan Illyvare bangkit. Ia melihat keinginan di wajah orang-orang itu. Mereka tidak ingin ia pergi, mereka ingin ia menemani mereka dan menghibur mereka.
“Kalian semua, tolong ambilkan selimut yang kita bawa tadi,” Illyvare memberi perintah dengan kelembutan yang tersembunyi di balik wajah tenangnya.
“Baik, Paduka.”
Semua prajurit itu kembali ke kantor Dokter Lotham.
Illyvare kembali berlutut. Ketika ia mengulurkan tangannya pada orang-orang itu tiba-tiba tangannya dicengkeram kuat. Illyvare terkejut. Tangan itu bukan tangan orang yang sakit tetapi tangan orang yang sehat.
Pria itu menariknya mendekat dengan kasar.
Semua orang di ruangan itu menjerit ketakutan melihat hal itu.
Pria itu menghunuskan pisau tajamnya di leher Illyvare.
“Lepaskan dia!” seru Dokter Lotham, “Jangan kausentuh Paduka!”
Teriakan itu memanggil kembali para prajurit yang tadi disuruh Illyvare. Melihat seorang pria menawan Ratu, mereka bersiap-siap menyerang. Tangan mereka telah siap menarik pedang mereka dari sarungnya. 
Dengan berjalan mundur, ia berkata, “Jangan mendekat! Bila ada yang bergerak, aku akan membunuhnya. Aku tidak bercanda. Aku akan membunuhnya bila kalian bergerak!”
Tidak seorangpun yang berani mengambil resiko.
Seorang prajurit bergerak meninggalkan tempat itu.
Sayang pria ia melihatnya. Pria itu berseru, “Jangan meninggalkan tempat ini! Tidak seorang pun yang boleh meninggalkan tempat ini!”
Prajurit itu kembali ke tempatnya.
“Buang senjata kalian!” perintahnya, “Cepat buang senjata kalian! Kalian tidak ingin Ratu kalian mati, bukan?”
Semua prajurit meletakkan pedang mereka di lantai kemudian mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi.
“Sekarang kami sudah tak bersenjata,” kata Rugoff, “Katakan apa maumu.”
Illyvare melihat Kepala Prajurit Pengawal pribadinya itu berusaha mengulur waktu.
“Aku akan memberitahu kalian bila kami telah meninggalkan tempat ini dengan selamat.”
Beberapa pria muncul di antara orang sakit itu dan mendekat teman mereka. Bersama-sama mereka bergerak mundur hingga mencapai jendela.
Di luar jendela telah menanti teman mereka yang lain. Pria yang menyandera Illyvare, mengangkat tubuh Illyvare dan memberikannya pada temannya. Kemudian ia dan kawan-kawannya yang lain melompat pergi.
Rugoff segera berlari menuju jendela tetapi terlambat.
Kawanan pria itu telah melajukan kuda mereka cepat-cepat meninggalkan debu tebal yang berterbangan di jendela.
“Kejar mereka!” perintahnya.
Prajurit di dalam ruangan itu segera berlari keluar tetapi saat mereka telah berada di luar, tidak terlihat seorang pun di antara kawanan penjahat itu. Bayangan mereka pun tidak ada. Yang ada hanya jejak debu tebal yang berterbangan.
“Kita terlambat,” kata Rugoff geram, “Mereka akan mendapatkan balasannya bila aku berhasil menangkap mereka.”
“Maafkan saya,” Dokter Lotham merasa bersalah, “Saya tidak tahu kalau di antara para pasien ada penjahat-penjahat itu.”
“Bukan salahmu, Dokter Lotham. Kita tidak tahu mereka berada di antara para pasien itu. Siapa pun mereka, mereka telah mengetahui Ratu akan datang ke tempat ini. Mereka benar-benar cerdik. Aku yakin merekalah yang tadi meminta selimut dan mereka menanti hingga kita semua meninggalkan Ratu sendirian.”
“Apakah kalian yang di luar melihat siapa mereka?” tanya Rugoff tiba-tiba.
“Tidak, Komandan. Mungkinkah mereka sekelompok pemberontak?”
“Mungkin saja.”
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Beberapa prajurit bertanya cemas.
“Berharap mereka tidak mencelakakan Ratu dan kembali ke Istana Qringvassein. Kita harus melaporkan hal ini pada Paduka Raja,” kata Rugoff tegas.


10


Rugoff berjalan dengan terburu-buru dan cemas menuju Ruang Kerja. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Elleinder bila ia mendengar hal ini. Tetapi ia telah siap menghadapi segala hal termasuk kemarahan Elleinder.
Kekhawatirannya pada keselamatan Illyvare telah membuatnya lupa pada semua tata cara menemui seorang Raja.
Tanpa mengetuk pintu, Rugoff langsung membuka pintu dan berlutut di depan meja kerja Elleinder.
“Engkau sudah datang,” sambut Elleinder, “Bagaimana perjalanan kalian ke Kemmiyarf?”
“Maafkan hamba, Paduka. Hamba tidak dapat menjalankan tugas dengan baik.”
“Kalian telah ke Kemmiyarf, bukan?”
“Hamba telah mengawal Paduka Ratu hingga beliau tiba di Kemmiyarf, tetapi hamba gagal membawanya kembali.”
Elleinder curiga melihat kekhawatiran di wajah Rugoff. “Katakan padaku, Rugoff. Apa yang telah terjadi?”
“Sekelompok penjahat membawa Ratu pergi, Paduka,” Rugoff menjawab hati-hati.
Elleinder terhenyak kaget. “Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kalian terus berada di sisi Illyvare, bukan?”
“Maafkan kami, Paduka, kami telah lengah.”
“Mengapa kalian meninggalkan Illyvare? Bukankah tugas kalian menjaga dan melindunginya?”
“Saat itu Ratu menyuruh kami semua mengambilkan selimut.”
“Dan kalian semua pergi tanpa seorang pun mengawal Illyvare?” selidik Elleinder.
“Maafkan kami, Paduka. Kami mengakui kami salah. Kami telah lengah sehingga Ratu diculik oleh penjahat-penjahat itu,” Rugoff cepat-cepat berkata, “Saat itu Ratu berada di antara orang-orang yang sakit. Mereka semua lemah. Mereka takkan dapat mencelakakan Paduka Ratu, bahkan mereka harus bersusah payah untuk mendekati Ratu. Kami tidak menduga para penjahat itu bersembunyi di antara mereka.”
“Ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin mendengar ceritamu,” kata Elleinder menahan kemarahan.
Rugoff menceritakan mulai dari saat mereka memasuki kawasan Kemmiyarf dan orang-orang mulai mendekati Illyvare. Rugoff juga menjelaskan saat mereka meninggalkan Illyvare, mereka merasa hal itu aman. Tidak seorang pun di antara orang sakit itu yang dapat berdiri apalagi mencelakakan Illyvare.
Elleinder mendengarkan cerita Rugoff dengan penuh perhatian.
“Itulah yang terjadi, Paduka,” Rugoff mengakhiri ceritanya.
Tiba-tiba Elleinder teringat Illyvare pernah mengatakan di sekitarnya selalu ada Reischauer yang siap membunuh siapa saja yang mengancam keselamatannya. Tetapi di dalam cerita Rugoff tadi, tidak disebutkan kemunculan orang lain yang tiba-tiba menyelamatkan Illyvare. Kalau mereka muncul, tentu saat ini Illyvare sudah berada di sini.
“Saat itu tidak muncul siapapun?” tanya Elleinder antara curiga dan ingin tahu.
“Tidak, Paduka. Di sana hanya ada kami, Dokter Lotham, para pasien dan para penjahat itu.”
Elleinder ingat pasukan rahasia tidak boleh muncul begitu saja. Mereka bekerja secara rahasia. Mengingat hal itu, Elleinder mulai merasa lega. “Tidak apa-apa, Rugoff,” katanya lega, “Mungkin sebentar lagi Illyvare akan tiba di sini.”
“Maksud Anda?” tanya Rugoff dan Arwain bersamaan.
“Illyvare pernah mengatakan padaku, Reischauer selalu berada di sekitarnya. Kurasa saat ini mereka berusaha menyelamatkannya.”
“Ya, aku baru ingat itu,” kata Arwain bersemangat. “Anda tidak perlu khawatir, Komandan Rugoff. Saya meyakinkan Anda pada kekuatan pasukan rahasia Kerajaan Aqnetta itu.”
“Saya rasa tidak, Paduka.”
Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita. Dan sesaat kemudian muncul seseorang yang berbaju serba hitam di depan Elleinder.
Mereka terkejut melihat kedatangan wanita itu.
“Siapa kau?” Rugoff menghunuskan pedangnya.
“Letakkan senjatamu, Rugoff,” kata Elleinder, “Ia adalah seorang dari Reischauer.”
Rugoff memasukkan kembali pedangnya namun matanya terus memandang curiga.
Wanita itu merasakannya tetapi ia tidak mempedulikannya. Ia tahu pria itu tidak akan dapat mengalahkannya.
“Nama saya Morgan. Saya adalah Ketua dari Reischauer yang bertugas melindungi Putri.”
Elleinder melihat seluruh tubuh wanita itu tertutup oleh pakaian hitam hanya matanya yang tidak terlindungi oleh kain hitam itu. Elleinder tidak pernah menyangka penampilan Reischauer seperti seorang pencuri.
“Dapatkah Anda menjelaskan maksud Anda itu, Nona? Bukankah kalian berada di sini untuk melindungi Illyvare.”
“Benar,” jawab Morgan tegas, “Kami di sini untuk melindungi Putri dari setiap ancaman.” Wanita itu memandang tajam Arwain. “Tetapi karena kejadian kemarin, hari ini kami lebih memusatkan perhatian kami pada keamanan Istana Qringvassein.”
Arwain merasakan tatapan tajam wanita itu. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan.
Elleinder juga merasakan tatapan tajam yang penuh curiga itu. “Dia tidak berbahaya. Ia adalah temanku dan apa yang dilakukannya pada Illyvare kemarin bukanlah hal yang serius. Ia hanya ingin menggoda Illyvare.”
“Kami tahu,” sahut Morgan, “Putri telah mengatakannya pada kami kemarin malam.”
Arwain lega mendengarnya.
“Tetapi,” kata wanita itu tajam.
Arwain kembali merinding ketakutan.
“Kami tidak ingin mengambil resiko apa pun. Hari ini kami menyelidiki semua yang ada di Istana Qringvassein. Kami melihat banyak prajurit yang mengawal Putri dan kami tidak khawatir. Tetapi kami tidak menduga prajurit pengawal itu sedemikian lemahnya hingga Putri diculik.”
“Ada katamu?” Rugoff merasa terhina, “Itu bukan kesalahan kami. Kami sama sekali tidak tahu penjahat-penjahat itu berada di antara orang-orang sakit itu.”
“Kalian tidak curiga pada seorang pria muda yang tegap yang meminta selimut baru padahal di sana banyak selimut?”
Rugoff semakin geram. Ia tidak pernah dihina seperti ini apalagi oleh seorang wanita.
“Saya ke sini bukan untuk bertengkar dengan Anda, Komandan.”
Morgan kembali berkata pada Elleinder, “Seperti yang saya katakan tadi, kami tidak mau mengambil resiko apapun. Karena itu saya hanya mengirim dua orang untuk mengawal Putri.”
Morgan melirik tajam Rugoff dan berkata, “Sebenarnya, mereka sudah dapat membunuh semua penjahat itu.”
Elleinder yakin seorang Reischauer dapat membunuh lebiih dari sepuluh orang dalam satu waktu.
“Tetapi kami tidak dapat melawan perintah,” Morgan menambahkan.
“Kemarin malam Putri telah meminta kami semua untuk tidak bertindak gegabah. Putri mengingatkan kerajaan ini bukan Kerajaan Aqnetta. Putri meminta kami lebih banyak menyelidiki dan mengamati. Bila ada sesuatu yang mencurigakan, Putri melarang kami bertindak. Putri ingin kami melaporkan hal itu pada Putri sendiri atau pada Anda.”
“Baru saja saya mendapat laporan dari seorang di antara mereka bahwa mereka mengetahui tempat persembunyian para penjahat itu. Para penjahat itu bukan pemberontak seperti dugaan Anda. Mereka hanya penjahat biasa yang ingin memanfaatkan rasa cinta rakyat dua kerajaan kepada Putri. Dalam waktu dekat ini mereka akan mengirimkan berapa banyak mereka meminta tebusan bagi keselamatan Putri. Suatu tebusan yang dapat membuat mereka hidup mewah selama tujuh turunan.”
Morgan mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya dan melemparkannya ke arah Elleinder. “Ini adalah peta tempat persembunyian mereka.”
Elleinder menangkapnya dan membukanya. Sebuah tempat tergambar jelas di kertas itu. Sebuah peta rumah lengkap dengan bagian-bagiannya dan tempat-tempat yang aman untuk bersembunyi juga keterangan di mana Illyvare disekap dan di mana saja penjahat itu berjaga-jaga.
Elleinder mengagumi kemampuan dan kecepatan Reischauer. Dengan kecepatan dan keterampilan seperti ini, tak heran bila semua orang tidak berani mengusik ketentraman Kerajaan Aqnetta apalagi Reischauer.
“Bila Anda ingin mereka masih hidup, sebaiknya Anda bergegas. Saya tidak bertanggung jawab bila seorang dari kami yang masih berjaga di sana, membunuh mereka semua.”
“Aku mengerti, Morgan. Illyvare telah mengatakannya padaku.”
“Kami akan pergi ke sana sekarang juga. Bila dalam waktu dekat kami tidak melihat kalian, kami akan bertindak.”
“Satu hal yang perlu Anda ketahui, Paduka,” Morgan mengingatkan, “Anda tidak dapat memerintah kami. Yang dapat memberikan perintah pada kami adalah Paduka Raja Leland dan di kerajaan ini hanya Putri Illyvare saja yang dapat melakukannya.”
“Hanya orang-orang yang dapat berbicara dengan bahasa asing itu, bukan?”
“Sebaiknya Anda bergegas, Paduka,” kata Morgan kemudian ia melompat keluar jendela.
Elleinder bergegas menuju jendela. Baik Arwain maupun Rugoff rupanya juga tidak mau ketinggalan melihat apa yang dilakukan wanita itu setelah melompat dari jendela lantai dua.
Terlihat bayangan hitam menuju pohon terdekat. Bayangan itu terus melompat ke pohon terdekat dengan cepat. Sesaat kemudian, muncul bayangan-bayangan hitam lain yang mengikuti bayangan hitam itu tadi. Mereka muncul dari segala arah seolah-olah dari segala penjuru dunia ini.
Elleinder kagum melihat kecepatan mereka. Belum lama ia melihat bayangan hitam terakhir, ia melihat bayangan hitam terdekat telah jauh melampaui pintu gerbang Istana Qringvassein. Jarak gedung dan pintu gerbang Istana Qringvassein hampir dua kilometer, tetapi pemimpin mereka telah mencapainya dalam waktu satu kedipan mata.
“Kita juga tidak boleh ketinggalan,” kata Elleinder, “Rugoff, segera temui Brasch dan perintahkan dia untuk segera menyiapkan pasukan dalam waktu singkat. Setengah jam lagi mereka harus sudah siap berangkat.”
“Baik, Paduka.” Rugoff berlari melakukan tugas itu.
“Kau gila, Elleinder,” kata Arwain, “Tidak mungkin menyiapkan pasukan dalam waktu setengah jam.”
“Kita tidak ingin terjadi pembantaian yang mengerikan, bukan?” kata Elleinder sambil meninggalkan Ruang Kerjanya.
“Mau ke mana engkau?”
“Mempersiapkan diri,” jawab Elleinder.
Elleinder bergegas ke kamarnya dan berganti pakaian seragam militer.
Rugoff yang berlari-lari melakukan perintah Elleinder, berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.
Kepala Pengawal Istana terkejut mendapat tugas itu. Dengan segera ia melakukannya dan seperti yang diinginkan Elleinder, sebelum setengah jam di depan Istana Qringvassein telah berbaris lebih dari dua puluh prajurit.
Elleinder berdiri di depan para prajurit itu.
Brasch datang mendekat. “Pasukan telah siap diberangkatkan, Paduka,” lapornya.
“Kita berangkat sekarang!”
“Baik, Paduka.”
Jenderal Brasch kembali ke pasukannya dan memerintahkan pasukan bersiap-siap berangkat.
Elleinder segera menaiki kudanya dan memimpin pasukan meninggalkan Istana Qringvassein. Elleinder melajukan kudanya dengan kencang ke hutan belakang Kemmiyarf.
Dalam peta yang diberikan Morgan itu, disebutkan tempat persembunyian mereka terletak di dalam hutan itu. Tidak jauh dari Kemmiyarf.
Ketika mulai mendekati hutan itu, Elleinder memperlambat laju kudanya. Dan memasuki hutan dengan hati-hati.
Elleinder berhenti ketika melihat semak-semak tinggi yang seperti membentuk sebuah pagar. Ia mendekati semak-semak itu dan melihat apa yang ada di baliknya.
Seperti yang digambarkan dalam peta, tempat persembunyian para pejahat itu terlindungi oleh semak-semak yang tinggi.
Dengan tangannya, Elleinder memerintahkan para prajurit turun dari kudanya.
“Sembunyikan kuda,” bisik Jenderal Brasch memberikan perintah.
Sebagian dari para prajurit itu berlindung di balik semak-semak dan sebagian membawa kuda mereka berlindung di semak-semak yang lebih tinggi.
Melihat tidak ada seorang pun di luar rumah kecil itu, Elleinder bergerak mendekat. Dengan hati-hati ia mendekati sebuah jendela dan mengintip ke dalam.
Elleinder melihat Illyvare duduk meringkuk di salah satu sudut rumah. Elleinder lega melihat gadis itu masih selamat.
“Bagaimana, Paduka?” bisik Brasch.
“Illyvare masih selamat,” jawab Elleinder berbisik pula.
Elleinder kembali mengintip ke dalam. Ia terkejut ketika seorang pria yang berjanggut tebal mendekati Illyvare. Elleinder mendengar pria itu berkata, “Ayolah, Manis. Mengapa engkau meringkuk di situ?”
Pria itu mengulurkan tangan memegang dagu Illyvare.
Illyvare memejamkan mata erat-erat. Ia takut melihat pria itu. Ia takut disentuh pria itu. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Illyvare ingin melihat Elleinder. Ia ingin pria itu segera datang menolongnya. Ia ingin berlindung dalam pelukan pria itu.
Elleinder semakin geram ketika melihat pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Illyvare dan membuat gadis itu semakin ketakutan. Ia sudah hampir menyerbu masuk bila Brasch tidak segera memegang tangannya.
“Jangan gegabah, Paduka,” kata Brasch, “Kalau Anda gegabah, mereka mungkin akan membunuh Ratu.”
Elleinder tidak ingin Illyvare meninggal. Ia kembali melihat ke dalam.
Pria itu semakin mendekati Illyvare. Ia ingin mencium Illyvare.
Illyvare tidak mau disentuh lebih lama lagi. Ia memejamkan mata erat-erat dan menendang kaki pria itu.
Pria itu meringis kesakitan karena tulang keringnya ditendang kuat-kuat oleh Illyvare.
Di luar sana Elleinder terkejut juga tersenyum geli melihat keberanian tindakan Illyvare.
“Kurang ajar, kau!”
Elleinder melihat pria itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ia terkejut ketika melihat benda itu adalah sebilah pisau. Elleinder segera berdiri dan bersiap mendobrak pintu.
Pria itu menghujamkan pisau kecil itu ke tubuh Illyvare, tetapi sebelum ia melakukannya seseorang telah mengalungkan pedang di lehernya. Bersamaan dengan itu muncul orang-orang berbaju hitam yang segera menyergap kelima penjahat yang lain.
Elleinder belum sempat mendobrak pintu ketika semua itu terjadi. Keempat orang berbaju hitam itu muncul dengan sangat cepat dan tepat waktu.
Kesebelas penjahat itu berusaha melawan keempat orang itu.
Morgan yang mengalungkan pedang di leher pria yang hendak membunuh Illyvare berkata, “Sebaiknya kalian menyerah sekarang juga. Kawan-kawan kalian yang di luar telah kami lumpuhkan.”
Rupanya para penjahat itu tidak mau mendengarkan. Mereka mengeluarkan pedang mereka dan menyerang keempat pasukan rahasia itu.
Pada saat yang bersamaan, di luar sana Elleinder memberi perintah, “Kita masuk sekarang!”
Reischauer tidak mau bermain-main dengan kesebelas pejahat itu. Morgan segera memukul keras-keras kepala pria itu dengan pedangnya hingga pria itu pingsan. Ketiga anggota Reischauer yang lain segera melemparkan senjata rahasia mereka pada kelima pria itu.
Dalam waktu singkat kesebelas orang itu roboh. Seorang pingsan dan yang lain tersungkur dengan luka parah di lengan mereka.
Elleinder dan pasukannya berhasil mendobrak masuk.
Melihat hal itu Morgan kembali melompat ke langit-langit rumah dan menghilang diikuti yang lain.
Brasch memerintahkan para prajurit meringkus penjahat-penjahat itu.
Elleinder segera mendekati Illyvare. “Illyvare,” panggilnya cemas.
Illyvare tidak mempercayai pendengarannya. Ia takut membuka matanya dan mendapatkan bahwa ia tidak sungguh-sungguh mendengar suara Elleinder di dekatnya.
Elleinder berlutut di depan Illyvare dan mengulurkan tangan memegang pundak gadis itu. “Illyvare,” panggilnya sekali lagi.
Illyvare masih meringkuk ketakutan. Gadis itu menarik kedua kakinya semakin mendekati tubuhnya yang menggigil.
“Sekarang sudah aman, Illyvare. Mereka telah berhasil diringkus.”
Brasch dan prajuritnya telah membawa pergi para penjahat itu.
“Semua telah kami ikat, Jenderal. Apa yang harus kami lakukan sekarang?”
Brasch melihat Elleinder berusaha menenangkan Illyvare. Ia berkata, “Kita tinggalkan mereka. Kita tunggu mereka di depan.”
Sekelompok orang banyak itu menjauhi rumah kecil itu tetapi baik Elleinder maupun Illyvare tidak menyadarinya.
Elleinder berkata lembut, “Mereka telah kami tangani, Illyvare. Sekarang tidak akan ada lagi yang dapat membuatmu takut. Aku ada di sini.”
Perlahan-lahan Illyvare membuka matanya. Yang pertama kali dilihatnya adalah pakaian putih dengan benang emasnya kemudian ia memberanikan diri melihat wajah orang itu.
Tangis Illyvare meledak melihat wajah Elleinder. Seluruh kecemasannya serta merta hilang. Yang dirasakannya saat ini hanya kegembiraan luar biasa yang membuat hatinya serasa ingin meledak.
Gadis itu menjatuhkan diri di pelukan Elleinder. “Elleinder,” panggilnya. Dan di dalam hati ia terus menerus memanggil nama pria itu.
Elleinder memeluk Illyvare erat-erat.
“A… aku… takut…. Me… mereka…”
“Mereka telah ditangkap, Illyvare. Sekarang engkau tidak perlu takut lagi. Aku ada di sini dan aku akan menjagamu.”
Illyvare merasa sangat aman. Tidak ada lagi yang dapat membuatnya takut ketika ia berada di pelukan Elleinder. Illyvare senang dapat merasakan hangatnya pelukan Elleinder.
“Jangan takut lagi. Aku sudah ada di sini,” kata Elleinder menenangkan Illyvare. Elleinder menciumi rambut Illyvare.
“Ia… ia tadi ingin menciumku… Aku… takut sekali.”
“Ia telah pergi, Illyvare. Ia tidak akan dapat menciummu.”
“Aku… aku takut sekali… Aku tidak mau diciumnya…”
Dengan lembut Elleinder menjauhkan kepala Illyvare dari dadanya dan dengan kelembutan yang sama ia mencium bibir Illyvare.
Illyvare terkejut dan terpana melihat wajah Elleinder. Sebuah kesadaran merasuki hatinya yang terdalam.
Elleinder tersenyum dan berkata, “Tidak akan ada yang boleh menciummu selain aku. Hanya aku yang dapat menciummu.”
Kesenangan mendengar kata yang tegas itu membuat Illyvare benar-benar yakin ia tidak salah. Ia benar-benar mencintai Elleinder. Air mata kembali meleleh di wajah Illyvare.
Elleinder kembali memeluk Illyvare erat-erat. Getaran tubuh Illyvare yang hebat menyadarkan Elleinder pada ketakutan gadis itu yang amat dalam.
“Engkau tidak perlu takut lagi, Illyvare,” Elleinder tak henti-hentinya membisikkan kata-kata lembut yang menenangkan, “Aku di sini. Aku akan menjagaimu. Tak akan ada yang bisa menjauhkanmu dariku. Engkau aman sekarang. Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Tangis Illyvare semakin deras. Ia menumpahkan semua ketakutannya ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan meletakkannya di depannya. Ia sangat ketakutan ketika pria itu menggendongnya ke dalam rumah dan meletakkannya di lantai. Illyvare takut pria-pria yang berwajah menyeramkan itu menyentuhnya.
Elleinder terus mencium rambut Illyvare dan membelainya sementara gadis itu menangis di dadanya. Elleinder yakin ini pertama kalinya gadis itu menangis dan ia ingin gadis itu menumpahkan semua rasa takutnya.
Ketika tangis Illyvare mulai mereda, Elleinder berkata lembut, “Engkau lebih tenang sekarang?”
Illyvare merasa pipinya memanas.
“Kalau engkau sudah benar-benar tenang, aku akan membawamu kembali ke Istana.”
Tangis Illyvare telah mereda.
Elleinder tersenyum penuh kelembutan ketika mengulurkan tangan menyeka sisa-sisa air mata Illyvare. Elleinder mencium sekilas mata Illyvare yang masih basah – membuat rona merah muda mewarnai pipi Illyvare yang masih pucat ketakutan.
Kemudian ia melepaskan baju luarnya dan mengenakannya pada Illyvare. “Pakailah ini. Di luar dingin.”
Illyvare terus melihat Elleinder.
“Engkau sudah siap kembali ke Istana Qringvassein?” tanya Elleinder sambil mengangkat tubuh Illyvare.
Illyvare melingkarkan tangan di leher Elleinder dan menyembunyikan wajahnya di pundak pria itu.
Elleinder membopong Illyvare meninggalkan tempat itu. “Kita kembali sekarang,” katanya pada Brasch yang menanti perintahnya.
“Baik, Paduka.”
Seorang prajurit membawa kuda Elleinder mendekat.
Elleinder meletakkan Illyvare di depan pelana kudanya kemudian duduk di belakang gadis itu.
Merasakan kehangatan Elleinder di punggungnya, Illyvare segera memeluk Elleinder.
Elleinder menyentuh tangan Illyvare yang melingkari pinggangnya kemudian melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.
Illyvare menyembunyikan wajahnya di dada Elleinder dan memejamkan mata. Ia tidak ingin melihat wajah-wajah ingin tahu semua orang. Ia tidak ingin melihat apapun. Gadis itu hanya ingin merasakan kehangatan yang menyelimutinya. Kehangatan yang memberikan perasaan aman.
Perjalanan pulang ini lebih lambat daripada keberangkatannya. Para prajurit yang mengawal mereka mengikuti Elleinder dengan lambat pula.
Tidak seorangpun yang keberatan berjalan lambat. Mereka semua lega Illyvare selamat. Hanya itu yang ada di perasaan mereka semua.
Tidak seorangpun dapat membayangkan apa yang terjadi bila Illyvare terbunuh. Hal yang paling mungkin terjadi adalah rakyat Kerajaan Aqnetta akan marah. Dan itu tidak menutup kemungkinan terjadi perang. Bila itu terjadi, Kerajaan Skyvarrna akan mengalami kesulitan terbesar untuk dapat menang.
Tetapi bukan itu yang dicemaskan Elleinder. Elleinder hanya memikirkan Illyvare. Hanya gadis itu saja yang terpikirkan olehnya ketika Rugoff memberikan laporannya. Ia begitu ketakutan kehilangan perinya. Tetapi semua itu telah berlalu. Sekarang gadis itu telah berada dalam pelukannya.
Illyvare merasakan pelukan Elleinder semakin erat. Gadis itu semakin menenggelamkan diri dalam perlindungan Elleinder.
Hari telah sore ketika mereka tiba di Istana Qringvassein.
Elleinder turun dari kudanya kemudian menurunkan Illyvare.
Seorang berbaju hitam tiba-tiba muncul di depan Illyvare. Sebelum ia sempat berkata apa-apa, Illyvare telah memeluknya.
Morgan memeluk Illyvare dan berkata, “Maafkan kami, Putri. Kami tidak dapat melakukan tugas dengan baik.”
Elleinder memanggil seorang prajurit untuk mengembalikan kudanya ke kandang kuda.
“Saya akan membawa mereka ke tempat saya dan memeriksa mereka,” kata Brasch.
“Lakukanlah,” Elleinder memberi ijin.
Brasch membawa para penjahat itu ke bangunan di samping Istana tempat para prajurit berkumpul.
“Kami merasa sangat bersalah, Putri,” kata Morgan.
“Engkau telah melakukan tugasmu dengan baik, Morgan,” Elleinder memegang pundak Illyvare.
Illyvare melepaskan Morgan dan berbalik memeluk Elleinder.
“Sekarang lebih baik engkau pergi ke kamar Illyvare dan katakan pada Nissha kami sudah datang.”
Morgan melihat Illyvare.
Illyvare mengatakan sesuatu pada Morgan. Kemudian wanita itu meloncat ke pohon dan terus melompat ke jendela kamar Illyvare.
Para prajurit yang ada di sekitar tempat itu terpana melihat kecepatan dan kelincahan Morgan yang dengan melompat-lompat dari jendela ke pohon, telah mencapai jendela kamar Illyvare dalam waktu singkat.
“Kuantar kau ke kamarmu,” Elleinder mengangkat Illyvare.
Illyvare tidak berkata apa-apa. Gadis itu hanya memeluk leher Elleinder.
Elleinder terus membopong Illyvare hingga tiba di kamar gadis itu.
Di kamar, Nissha dan Linty telah menanti dengan cemas. Kedua daun pintu kamar terbuka lebar dan Linty menanti di ambang pintu sambil terus berharap melihat kedatangan Illyvare.
Ketika Elleinder muncul di lorong, Linty sangat senang. “Mereka datang, Nissha!” serunya.
Elleinder melewati Linty juga Nissha dan terus menuju tempat tidur. Elleinder membaringkan Illyvare dengan hati-hati.
“Gantilah baju Illyvare. Sepertinya ia kedinginan dan kelelahan.”
“Baik, Paduka.”
“Aku akan pergi melihat keadaan.”
Elleinder meninggalkan kamar Illyvare dan menuju ke markas pasukan pengawal Istana di samping bangunan Istana.
“Bagaimana, Brasch?” tanya Elleinder.
“Kami masih menanyai mereka, Paduka,” Brasch melaporkan, “Kami baru selesai mengobati luka mereka. Seperti yang orang-orang katakan, Reischauer memang menakutkan, Paduka. Hanya seorang yang tidak luka. Ia adalah orang yang tadi berusaha mendekati Ratu. Yang lain terluka parah. Untung luka mereka terletak pada lengan, kalau tidak mereka tidak akan selamat.”
Brasch mengambil sebuah bungkusan dan memberikannya pada Elleinder.
Elleinder mengamati pisau-pisau kecil yang berlumuran darah itu.
“Itu adalah pisau yang kami ambil dari lengan mereka. Pisau itu menancap cukup dalam di lengan mereka. Reischauer memang kuat. Mereka hanya melemparkan pisau itu tetapi pisau itu menancap sangat dalam seperti ditusukkan kuat-kuat.”
“Kau akan lebih mengagumi mereka bila tahu yang tadi melakukannya adalah para wanita, Brasch.”
Brasch terkejut. “Maksud Anda, Paduka?”
“Aku tidak yakin mereka semua adalah wanita tetapi pemimpin Reischauer yang mengawal Illyvare seorang wanita. Mungkin semua Reischauer yang berada di sini adalah wanita.”
“Baru kali ini saya mendengar ada prajurit wanita apalagi pasukan rahasia.”
“Aku juga baru mendengarnya, Brasch. Sepertinya Kerajaan Aqnetta adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan wanita,” kata Elleinder. “Teruskan pemeriksaanmu, Brasch. Aku menanti laporannya.”
“Baik, Paduka.”
Elleinder meninggalkan tempat itu. Ia kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti baju. Kemudian ia ke Ruang Kerja membereskan meja kerjanya.
Elleinder membereskan meja kerja. Berkas-berkas penting disimpannya dalam laci dan menguncinya. Elleinder menutup Ruang Kerja kemudian menuju kamar Illyvare.
Nissha baru saja menutup pintu ketika Elleinder muncul.
“Bagaimana keadaan Illyvare?”
“Paduka Ratu baik-baik saja. Tetapi ia tidak mau makan walau hanya sedikit. Saya baru saja menyuruhnya beristirahat tetapi saya rasa Paduka Ratu tidak mau. Ia terus meringkuk ketakutan.”
“Bawa kembali makanan untuk Illyvare. Aku akan membujuknya.”
“Baik, Paduka,” kata Nissha senang, “Saya juga akan membawakan makanan untuk Anda. Saya yakin Anda belum makan.”
Elleinder memasuki kamar Illyvare. Ia melihat tubuh mungil meringkuk ketakutan di sudut tempat tidurnya dan bersandar di dinding. Elleinder mengerti apa yang dirasakan Illyvare.
Selama ini hidup gadis itu selalu tenteram dan damai. Tidak ada bahaya yang dapat mengancamnya apalagi menyentuhnya. Sekarang tiba-tiba saja ia ditawan sekelompok penjahat. Hal itu mengguncangkan ketenangan hatinya. Gadis yang selalu tenang itu seperti kehilangan topeng dinginnya dan menunjukkan wajahnya yang penuh ketakutan.
Elleinder mendekati Illyvare.


11


Merasakan kehadiran Elleinder di sampingnya, Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran.
Elleinder duduk di tempat tidur dan memeluk Illyvare. “Mengapa engkau meringkuk di pojok?”
Sebagai jawabannya, Illyvare mempererat pelukannya.
“Kata Nissha engkau tidak mau makan. Aku juga belum makan malam. Bagaimana kalau kita makan bersama?”
Illyvare tidak menanggapi.
“Sekarang Nissha mengambilkan makanan untuk kita. Tak lama lagi ia akan datang,” Elleinder melanjutkan.
Illyvare masih tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu bersandar di dada Elleinder dan dengan tenang merasakan tangan-tangan kekar yang memeluknya.
Terdengar ketukan di pintu.
“Kurasa Nissha yang datang.”
Nissha muncul dengan wajah berseri-seri. Ia membawa nampan yang penuh berisi makanan. Linty muncul dari belakang wanita tua itu. Di tangannya terdapat nampan yang lain.
Kedua wanita itu mengatur makanan di meja tengah kamar Illyvare.
“Makan malam telah siap, Paduka,” kata Nissha.
Dengan gerakan tangannya, Elleinder meminta mereka meninggalkan kamar.
Elleinder mengangkat Illyvare dan mendudukkan gadis itu di kursi. Lalu ia duduk di samping gadis itu.
“Nissha membawa banyak makanan untuk kita, Illyvare. Engkau mau makan apa?”
Illyvare melihat makanan di meja itu tanpa nafsu. Semua yang dibawakan Nissha adalah makanan kesukaannya tetapi saat ini ia sedang tidak ingin makan. Rasa takut menyerap semua keberaniannya.
Di pikirannya masih terbayang bagaimana wajah-wajah menakutkan itu menatapnya. Bagaimana pandangan mereka yang membuat Illyvare bergidik. Illyvare masih dapat merasakan keinginan untuk memberontak dari tangan yang memeluk tubuhnya itu. Illyvare masih teringat ketika seorang di antara mereka memeluk tubuhnya sementara ia mengendalikan kuda.
Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran semakin hebat.
Elleinder cepat-cepat menangkap tangan itu dan berdiri di samping Illyvare.
“A…aku… takut…”
“Tidak ada yang perlu ditakutkan, Illyvare.” Elleinder merasakan tangan Illyvare mencengkeram lengannya kuat-kuat. “Baiklah, Illyvare. Kalau engkau tidak mau makan, aku tidak akan memaksamu.”
Elleinder yakin baik Nissha maupun Linty masih berjaga-jaga di depan pintu. “Nissha,” panggilnya.
 Ada apa, Paduka?” tanya Nissha.
“Maaf membuatmu kecewa, Nissha. Kami tidak jadi makan.”
“Saya mengerti, Paduka,” kata Nissha tetapi wajahnya menunjukkan kekecewaannya. Ia dan Linty kembali membawa pergi nampan itu.
Elleinder membopong Illyvare kembali ke tempat tidur.
“Tidurlah, Illyvare. Aku akan memanggil Nissha.”
Illyvare mencengkeram lengan baju Elleinder kuat-kuat.
Seperti waktu mereka berada di kapal, Elleinder melihat Illyvare tidak mau ia pergi. Tetapi kali ini Illyvare tidak mau melepaskan baju Elleinder. Ia memegang tangan Elleinder erat-erat.
Elleinder kembali duduk di samping Illyvare dan memeluk gadis itu.
“Tidak ada yang perlu engkau takutkan, Illyvare. Sekarang engkau sudah aman. Tidurlah dan lupakan semua yang terjadi hari ini.”
“Aku… takut…”
“Jangan takut, Illyvare,” kata Elleinder lembut, “ Para prajurit berjaga-jaga di luar sana . Mereka tidak akan mengijinkan seorang pun memasuki Istana.”
Illyvare masih tidak mau melepaskan Elleinder.
“Reischauer juga menjagamu, bukan? Mereka selalu siap melindungimu dari setiap ancaman.”
“Aku… takut sendirian.”
“Engkau tidak sendirian, Illyvare. Reischauer ada di sekitarmu. Kalau engkau masih takut, aku akan menyuruh Linty atau Nissha menemanimu.”
Illyvare menggeleng. “Aku…aku ingin… engkau menemaniku.”
“Baiklah, aku akan menemanimu sampai engkau tertidur.” Elleinder hendak membaringkan Illyvare di tempat tidur tetapi gadis itu tidak mau melepaskannya.
“Aku… aku… ingin engkau… menemaniku sampai… pagi,” kata Illyvare malu-malu.
Elleinder tersenyum. Ketakutan telah merobohkan semua ketenangan Illyvare. “Baiklah, Illyvare. Sekarang berbaringlah. Aku akan menjagamu di sini.”
Illyvare tidak mau melepaskan Elleinder.
“Kalau engkau tidak mau melepaskanku, aku tidak akan dapat mengambil kursi untuk tempat aku duduk sampai pagi.”
Illyvare masih terus melingkarkan tangannya di pinggang Elleinder dan menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.
“Baiklah,” kata Elleinder mengalah. Elleinder membaringkan Illyvare ke sisi dalam tempat tidur kemudian berbaring di samping gadis itu.
Illyvare terbelalak menatap Elleinder.
“Tidak apa-apa, Illyvare. Ranjang ini cukup besar untuk kita berdua. Di samping itu aku suamimu bukan orang lain. Aku tidak melakukan kesalahan bila tidur bersama istriku,” kata Elleinder tenang, “Engkau tidak mau melepaskanku dan hanya ini cara agar aku dan engkau dapat tidur nyenyak. Engkau membutuhkan banyak istirahat setelah kejadian hari ini.”
Illyvare mulai melepaskan pelukannya tetapi Elleinder semakin mempererat pelukannya.
“Aku tidak akan melepaskanmu, Illyvare. Aku hanya akan memelukmu sepanjang malam sampai pagi,” kata Elleinder meyakinkan Illyvare.
Jantung Illyvare berdebar kencang.
“Katakan padaku seperti apa rupa kakakmu, Illyvare?” Elleinder berusaha mengalihkan perhatian Illyvare dari ketakutannya.
“Dari mana engkau mengetahuinya?”
Elleinder senang mengetahui ia berhasil. Perasaan tajam Illyvare telah kembali dan membuat gadis itu curiga.
“Nissha yang mengatakannya padaku. Ia menceritakan banyak hal padaku,” jawab Elleinder jujur.
“Ia sangat cantik seperti Mademoiselle. Rambutnya selalu menyala merah dan mata hijaunya selalu bersinar penuh semangat. Ia selalu terlihat bersinar terang,” kata Illyvare mengenang kakaknya.
“Di manapun ia berada, ia selalu menjadi pusat perhatian,” tambah Elleinder.
Illyvare mengangguk membenarkan.
“Bagiku engkau lebih cantik dan mempesona, Illyvare. Kakakmu mungkin selalu bersinar terang tetapi engkau bersinar lembut. Kakakmu menjadi perhatian semua orang tetapi semua orang merasakan kelembutan sinarmu.”
“Engkau belum melihatnya.”
“Aku tetap berkeyakinan engkau yang paling cantik,” Elleinder bersikeras, “Engkau belum menceritakan padaku sejarah keberadaan Reischauer.”
Illyvare terdiam.
“Maukah engkau menceritakannya sekarang? Aku sangat ingin tahu. Aku berpikir Kerajaan Aqnetta adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan wanita, apakah itu benar?”
Illyvare mengangguk.
“Menarik sekali. Bagaimana itu bisa terjadi? Aku belum pernah melihat seorang prajurit wanita.”
“Itu semua terjadi beratus-ratus tahun lalu.”
“Apa yang terjadi waktu itu?” Elleinder berusaha membuat Illyvare berkata lebih banyak lagi.
Illyvare menengadah menatap Elleinder lekat-lekat dan tanpa melepaskan pandangannya, ia berkata, “Pemberontakan, kemuncullan Perwira Muda wanita pertama dan pernikahan.”
“Siapakah wanita muda yang pertama kali menjadi seorang Perwira itu?”
“Ratu Kakyu.”
Mendengar nama itu, Elleinder menjadi semakin ingin tahu siapakah Ratu yang mempunyai nama aneh itu.
Seperti tahu apa yang dipikirkannya, Elleinder mendengar Illyvare berkata, “Ia adalah Ratu yang mendirikan pasukan rahasia kami, Reischauer. Ia juga adalah prajurit terbaik pada masanya. Ia adalah orang yang mengetahui markas pemberontak itu dan ia pula yang menangkap mereka.”
“Ia pasti seorang wanita yang mampu membuat siapa saja terpesona.”
“Ia sangat cantik, seperti Rebecca,” Illyvare setuju.
“Aku menjadi semakin tertarik mengetahui latar belakang berdirinya Reischauer.”
Elleinder melihat pandangan mata serius Illyvare yang untuk pertama kali dilihatnya. Sesaat ia menduga Illyvare tidak mau mengatakannya. Ia sedikit terkejut ketika gadis itu mengatakan sesuatu yang lain dengan yang ada di pikirannya.
“Kuharap engkau mau menerima kenyataannya.”
Elleinder tidak mengerti apa yang dikatakan Illyvare tetapi ia mendengarkan dengan baik cerita Illyvare.
“Pasukan ini didirikan tiga ratus tahun lalu oleh Perwira wanita pertama kami, Kakyu. Beliau kemudian menikah dengan Pangeran Reinald dan menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta. Ratu Kakyu adalah wanita yang cerdas. Ia mendirikan Reischauer tetapi tidak semua ilmunya diturunkan pada pasukan itu. Seorang Putra Mahkota sejak lahir dididik untuk menjadi pewaris Kerajaan Aqnetta sekaligus pemimpin Reischauer.”
“Ratu Kakyu khawatir pasukan Reischauer suatu hari nanti dipengaruhi orang dan memberontak karena itu ia hanya menurunkan ilmu tertinggi dalam ninja, Kobadera pada Putra Mahkota. Karena di Jepang, seorang pemimpin haruslah laki-laki, maka pemimpin Reischauer adalah laki-laki. Untuk mencegah perebutan kekuasaan, maka putra pertama yang lahir adalah Putra Mahkota Kerajaan Aqnetta sekaligus calon pemimpin tertinggi Reischauer.”
“Bila tidak ada pemberontak itu, maka tidak akan pernah ada Reischauer dan tidak seorang pun yang tahu bahwa Perwira Muda yang saat itu menjadi pusat perhatian tiap orang adalah seorang gadis. Dan semua ini ada hubungannya dengan Raja Kerajaan Skyvarrna yang hidup tiga ratus tahun lalu, pada saat munculnya pemberontakan di Kerajaan Aqnetta, Raja Geroge VIII.”
Illyvare mendengar desahan terkejut Elleinder tetapi ia tetap melanjutkan.
“Dari hasil penyelidikan terhadap para pemberontak itu diketahui mereka mendapat pasokan senjata dari Kerajaan Skyvarrna. Diketahui pula Raja Geroge VIII bermaksud memanfaatkan keberadaan pemberontak itu untuk menguasai Kerajaan Aqnetta. Namun sayang setelah membantu mengembangkan markas Kirshcaverish selama dua tahun lebih dan dengan biaya yang tidak sedikit, pemberontakan itu berhasil digagalkan.”
Elleinder dapat mengerti apa yang berada di pikiran leluhurnya itu hingga melakukan hal selicik ini.
Ketangguhan Kerajaan Aqnetta bukan lagi rahasia sejak kerajaan itu didirikan tetapi itu tidak berarti melemahkan keinginan Raja Geroge VIII untuk menguasai Kerajaan Aqnetta yang sejak beratus-ratus tahun lalu menjadi incaran kerajaan-kerajaan besar.
Raja Geroge VIII mengira dengan menghasut pemberontak itu dan memberi bantuan senjata pada mereka, ia akan dengan mudah menguasai Kerajaan Aqnetta. Di saat Kirshcaverish melakukan pemberontakan mereka, Raja Geroge VIII bermaksud mengirimkan bala bantuan untuk Kirshcaverish. Tetapi bukan berarti ia akan membantu begitu saja. Setelah berhasil menggulingkan Raja, ia akan memukul balik Kirshcaverish dan menguasai Kerajaan Aqnetta.
Sayang, rencana besar yang hampir berhasil itu gagal karena adanya seorang Perwira Muda Kerajaan Aqnetta yang cantik. Kakyu, demikian nama Perwira itu. Seperti arti namanya, ia adalah bola api. Bola api yang membakar habis seluruh markas Kirshcaverish di Hutan Naullie. Sendirian ia menyusup ke hutan itu dan ia pula yang memanahkan panah api ke markas Kirshcaverish.
Putri bola api itu menyelamatkan Kerajaan Aqnetta dari pemberontakan. Ia kemudian menikah dengan Reinald.
Peristiwa ini sebenarnya sudah merupakan alasan yang cukup untuk menyerang Kerajaan Skyvarrna. Tetapi Ratu Kakyu tidak mau melakukannya. Raja Reinald juga sependapat dengan istrinya. Peperangan dengan Kerajaan Skyvarrna hanya akan membuat rakyat menderita.
Bahkan Raja Reinald bersikap seolah-olah Raja Geroge VIII tidak pernah membantu Kirshcaverish melakukan pemberontakan. Ia menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Skyvarrna. Dan melarang setiap orang menyebarkan hal ini pada siapapun.
Sejak itu tidak seorangpun di luar Istana yang tahu ada siapa dibalik Kirshcaverish. Hal ini telah menjadi rahasia Raja Reinald dan Ratu Kakyu hingga kini. Bahkan Raja Leland tidak tahu bahwa di masa lalu Kerajaan Skyvarrna pernah mencoba menguasai Kerajaan Aqnetta.
Illyvare juga takkan pernah mengetahuinya bila ia tidak secara tidak sengaja menemukan laporan penyelidikan Kirshcaverish yang dibuat oleh Ratu Kakyu di Perpustakaan Istana.
Dari situ Illyvare mengetahui bahwa ketika keberadaan Kirshcaverish diketahui, tidak seorangpun di luar Istana yang mengetahuinya. Ratu Kakyu yang saat itu masih seorang Perwira Muda melarang menyarankan untuk tidak memberitahu rakyat. Ia khawatir hal itu akan membuat setiap orang panik.
Rakyat Kerajaan Aqnetta baru mengetahui adanya sekelompok pemberontak di Hutan Naullie ketika pemimpin pemberontak itu ditangkap. Saat itu pula mereka juga baru tahu bahwa Perwira Muda yang selama ini menjadi pujaan setiap wanita di Kerajaan Aqnetta adalah seorang gadis.
Perwira Kakyu yang saat itu baru delapan belas tahun telah menjadi seorang Kepala Pengawal Istana. Ketangguhannya telah diakui Raja sejak ia masih lima belas tahun. Ketangguhannya itu diperolehnya dari seorang Jepang yang tinggal di rumahnya sejak ia lahir, Kenichi.
Kenichi adalah seorang ninja. Ia menurunkan ilmunya itu pada Ratu Kakyu sejak ia masih kecil. Setelah menikah, Ratu Kakyu mulai berpikir pentingnya pasukan rahasia bagi Kerajaan Aqnetta. Ia pun membentuk Reischauer. Kepada merekalah Ratu Kakyu menurunkan ilmunya.
Elleinder termangu-mangu mendengar cerita Illyvare itu. Cara Illyvare mengatakan campur tangan leluhurnya dalam pemberotakan itu menunjukkan hal itu tidak berarti apa-apa. Gadis itu mengucapkannya dengan tenang dan perlahan. Dalam suaranya yang merdu tidak terdapat nada marah atau pun dendam.
Tetapi Elleinder tetap merasa bersalah atas kelicikan leluhurnya dan ia berterima kasih pada kebijaksanaan Raja Reinald yang memutuskan untuk tidak menyerang Kerajaan Skyvarrna. Andaikan itu terjadi, Elleinder yakin Kerajaan Skyvarrna tidak akan selamat. Dan saat ini tidak akan ada Kerajaan Skyvarrna.
“Ijinkanlah aku atas nama leluhurku meminta maaf atas semua tindakannya yang licik itu.”
Illyvare memandang Elleinder. “Semua telah dimaafkan tiga ratus tahun lalu,” kata gadis itu singkat tetapi cukup menghibur Elleinder.
Andaikan Raja Leland mengetahuinya juga, Elleinder dapat memastikan ia tidak akan menerima lamarannya pada putrinya. Elleinder sangat bersyukur Illyvare tidak mengatakan apa-apa pada ayahnya.
“Biarkan apa yang mereka rahasiakan ini terus menjadi rahasia,” kata Illyvare ketika mengetahui apa yang dipikirkan Elleinder.
Tiba-tiba Elleinder tertawa geli. “Kurasa Nissha benar. Engkau selalu dapat mengetahui apa yang orang lain rasakan. Tetapi ada yang terasa ganjil bagiku. Kalau seorang Putra Mahkota Kerajaan Aqnetta selalu laki-laki, mengapa…” Elleinder tiba-tiba ragu-ragu melanjutkan.
“Aku menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta?” sambung Illyvare.
Kembali Elleinder melihat pandangan jauh Illyvare.
“Langit tidak berbatas, kita tidak akan pernah tahu di mana batasnya,” kata Illyvare.
“Apakah engkau bermaksud mengatakan engkau tidak tahu kalau engkau ternyata menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta?”
“Kalau Calf menjadi seorang Raja, itu tidak mungkin. Seorang Raja Kerajaan Aqnetta adalah pemimpin Reischauer. Dan untuk menjadi pemimpin Reischauer, ia harus dididik sejak lahir. Calf tidak mendapatkan itu. Tidak pernah terjadi seorang Raja tidak memiliki anak laki-laki. Sejak dulu aku adalah Putri Mahkota dan hingga aku mempunyai anak laki-laki, ayahanda akan tetap menjadi pemimpin Reischauer. Hanya itu cara yang aman.”
Sejak kematian kakaknya, Illyvare sudah tahu kelak ia akan menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta. Tetapi ayahnya lebih suka mengakui Calf sebagai calon penggantinya. Raja Leland juga Calf mempunyai niat menikahkan Calf dengan Illyvare sehingga kedudukan Calf sebagai Raja akan menjadi kuat di hadapan rakyat.
Tidak seorangpun tahu rencana mereka selain Illyvare. Tetapi Illyvare tidak pernah mengatakannya pada siapa pun. Ia juga tidak berniat memberitahukan rencana ayahnya itu pada Elleinder.
Bila Elleinder tidak melamarnya, sekarang atau mungkin tak lama lagi ia menjadi istri Calf. Tetapi sekarang ia telah menjadi istri Elleinder.
“Aku merasa tidak adil, Illyvare,” kata Elleinder bersalah, “Aku telah mengetahui masa kecilmu tetapi engkau tidak mengetahui apa pun tentang diriku. Aku ingin menceritakannya padamu tetapi kupikir engkau pasti telah mengetahuinya.”
Illyvare hanya mengangkat bahunya.
“Aku tidak menghafalkan semua buku perpustakaan seperti yang kaulakukan. Aku yakin engkau telah mengetahui semua hal di dunia ini dan semua bahasa engkau ketahui. Engkau memiliki apa yang orang lain inginkan. Engkau peri cantik yang serba tahu.”
Illyvare menyembunyikan wajah di dada Elleinder dan bergumam lirih, “Aku tidak memiliki kebebasan.”
Illyvare terkejut ketika Elleinder tiba-tiba melepaskannya. Tanpa disadarinya, tangannya telah mencengkeram lengan Elleinder kuat-kuat.
Elleinder tersenyum pada Illyvare dan berkata, “Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku hanya ingin menyelimutimu. Engkau tidak mau kedinginan, bukan?”
Illyvare melepaskan lengan Elleinder. Tangannya berganti mencengkeram baju Elleinder. Illyvare masih takut ditinggalkan sendiri. Gadis itu diam saja ketika Elleinder menarik selimut ke atas tubuh mereka berdua.
Ketika Elleinder kembali berbaring di sampingnya, Illyvare melepaskan baju pria itu dan kembali memegang tangannya.
Tangan Elleinder melepaskan pegangan Illyvare dan memeluk gadis itu. “Tidurlah,” bisiknya lembut, “Hari ini engkau mengalami banyak kejutan dan sekarang saatnya untuk tidur dan melupakannya. Aku akan menjagamu sepanjang malam. Aku akan terus memelukmu seperti ini agar engkau tahu aku selalu ada di sisimu.”
Di dalam pelukannya, Elleinder merasakan kepala Illyvare bersandar lemah di dadanya dan perlahan-lahan gadis itu memasuki alam mimpinya.
Ketika ia yakin gadis itu telah tertidur, Elleinder juga berharap dapat tertidur. Tetapi sang dewa mimpi tidak mengijinkannya. Elleinder sama sekali tidak merasa mengantuk.
Berbagai macam kejadian hari ini terlintas kembali di benaknya.
Perlahan-lahan Elleinder meletakkan kepala Illyvare di bantal dan menyandarkan punggung di tepi ranjang yang tinggi di belakangnya. Tangannya terus memeluk Illyvare dan merasakan nafas lembut Illyvare yang teratur.
Hari ini Elleinder telah melihat wajah di balik topeng Illyvare. Hari ini Illyvare telah menunjukkan jiwa manusianya yang lain. Di waktu lalu ia melihat Illyvare yang sedang tertawa bahagia. Hari ini wajah yang penuh ketakutan.
Di balik topeng tenangnya yang dingin, Illyvare menyimpan semua perasaannya. Apakah perasaan itu akan cepat hilang seperti ketika mereka berada di Panti Carmell?
Saat meninggalkan Panti Carmell, Illyvare kembali menjadi gadis yang tenang dan pendiam. Elleinder tidak ingin besok pagi Illyvare kembali menjadi peri bertopeng. Tetapi bagaimana cara membuat Illyvare melepaskan topeng itu untuk selama-lamanya, Elleinder tidak tahu.
Tiba-tiba Illyvare bergerak semakin merapatkan dirinya. Gadis itu seolah-olah ketakutan dan berusaha mencari keamanan dalam pelukan Elleinder.
“Engkau memang selalu serba tahu,” gumam Elleinder geli, “Saat tidurpun engkau tahu aku tidak berbaring di sisimu.”
Elleinder mencium dahi Illyvare dan kembali berbaring di samping gadis itu. Elleinder tersenyum ketika dalam tidurnya, Illyvare memeluknya. Sekali lagi Elleinder mencium dahi Illyvare lalu mencoba melupakan semua kerisauan pikirannya dan membiarkan dewa mimpi membuainya.
Pagi harinya ketika Elleinder terbangun, Elleinder melihat Illyvare tidak ada. Elleinder meloncat duduk karena kagetnya.
“Di mana Illyvare?” tanyanya panik.
Elleinder mencoba menenangkan diri dan memikirkan tempat yang paling mungkin didatangi Illyvare sepagi ini.
Teringat oleh Elleinder kebiasaan Illyvare bila ia mempunyai waktu luang. Gadis itu selalu berada di taman bunga Istana. Setiap ada waktu senggang, Illyvare menyibukkan diri untuk merawat bunga-bunga itu.
Elleinder bergegas turun mencari Illyvare.

-----0-----

Illyvare terbangun. Ia tidak tahu apa yang membuatnya terbangun. Illyvare merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya. Teringat kembali olehnya peristiwa tadi malam yang membuat Elleinder tidur bersamanya.
Pipi Illyvare memerah malu. Ditatapnya Elleinder yang terus tidur tanpa merasa terganggu oleh bangunnya Illyvare.
Semalaman ia terus memeluk Illyvare dan sama sekali tidak melakukan yang lain selain itu. Illyvare percaya pria itu melakukan kata-katanya.
Tiba-tiba tercium oleh Illyvare bau wangi bunga. Illyvare merasa bunga-bunga di bawah sana memanggilnya.
Perlahan-lahan ia melepaskan diri dari pelukan Elleinder dan meninggalkan tempat tidur.
Ketika melihat bayangan dirinya di cermin, wajah Illyvare kembali memerah. Ketika semalam tidur di samping Elleinder, ia sama sekali tidak sadar ia mengenakan gaun tidur sutra lembut yang menempel di tubuhnya dan menunjukkan bentuk tubuhnya yang sempurna.
Ketika tercium kembali wangi bunga di taman, Illyvare merasa bunga-bunga itu tidak sabar menantinya. Ia bergegas meraih mantel panjangnya dan menuju taman.
Illyvare terpesona melihat taman bunga itu. Ia tidak tahu apa yang membuat taman bunga itu tampak lebih indah dari biasanya. Hatinya yang sedang diselimuti kebahagiaan cinta ataukah karena bunga-bunga itu sedang tersenyum padanya.
Illyvare merasa kedua hal itulah sebabnya. Bunga-bunga di sekitarnya memberikan senyuman mereka yang paling indah dan ikut merasakan kebahagiaan Illyvare. Mereka menunjukkan warna-warni mereka yang cemerlang walau saat ini musim dingin semakin dekat.
Tengah Illyvare sibuk merasakan sapaan bebungaan itu, ia merasa seseorang berada di dekatnya dan memandangnya.
Illyvare membalikkan badan dan melihat Elleinder sedang tersenyum padanya sambil merentangkan kedua tangannya.
Seolah-olah terpanggil, Illyvare berlari menjatuhkan diri di pelukan Elleinder.
“Aku senang dapat menemukanmu. Kupikir engkau hilang lagi. Kalau engkau benar-benar hilang, aku takkan tahu harus berbuat apa. Aku senang dapat memelukmu lagi, cintaku.”
Elleinder merasakan tubuh Illyvare tiba-tiba menegang. Elleinder merasa tidak ada lagi yang perlu dirahasiakan.
“Aku mencintaimu, Illyvare,” Elleinder memberikan pengakuannya dengan lembut, “Kukira aku telah merasakannya ketika aku melihatmu di upacara pernikahan kita. Aku baru yakin ketika di kapal engkau tiba-tiba sakit. Saat itu aku ingin segera mencapai daratan. Aku tidak memikirkan kerusakan kapal. Yang kuinginkan hanya engkau segera sembuh. Dan ketika aku menjagaimu siang itu, aku semakin yakin pada perasaanku.”
Illyvare terus menatap Elleinder tanpa mengatakan apa-apa.
“Engkau tidak perlu terganggu dengan cintaku, Illyvare. Aku tidak ingin engkau merasa terganggu, aku hanya ingin membuatmu merasakan besarnya cintaku padamu. Dan kelak aku berharap, aku berhasil membuatmu mencintaiku seperti aku mencintaimu.”
Elleinder melihat air mata mulai menuruni pipi Illyvare yang halus. “Mengapa engkau menangis, sayang?” tanyanya lembut sambil menghapus air mata itu dari wajah Illyvare.
Illyvare mengangkat bahunya. “Aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini aku jadi mudah menangis. Aku terlihat cengeng.”
“Tidak,” bisik Elleinder lembut, “Engkau gadis yang paling tenang yang pernah kutemui.”
“Juga membosankan,” sahut Illyvare.
“Membosankan kalau engkau terus diam dan tenang,” Elleinder menyetujui, “Tetapi dengan sikap tenang dan diammu itu, engkau menjadi semakin menarik. Engkau seperti menjadi bagian dari alam ini dan membuatmu tampak penuh misteri dan mistik. Engkau seperti peri mungil yang selalu bersinar di hatiku, Illyvare.”
Illyvare tersenyum bahagia dan memeluk Elleinder.
Elleinder terkejut ketika mendapatkan pelukan tiba-tiba yang tak diduganya itu.
“Engkau tidak perlu membuatku jatuh cinta, Elleinder. Tidak perlu karena aku telah mencintaimu. Aku sangat mencintaimu hingga aku merasa tidak sanggup menahannya lebih lama lagi.”
Elleinder tersenyum bahagia kemudian mencium Illyvare dengan penuh perasaan cinta.
Untuk pertama kalinya bibir Illyvare melembut dan menerima ciuman itu. Seluruh topeng dingin Illyvare seolah-olah terlepas dan membuat gadis itu menunjukkan semua cintanya lewat hatinya dan ciuman-ciumannya.
Tiba-tiba Elleinder menjauhkan bibirnya dari bibir Illyvare yang terbuka dan seperti mengundang itu.
“Pagi ini udara sangat dingin. Tidak baik untukmu kalau aku membuatmu terus berada di sini. Sebaiknya engkau kembali ke kamarmu dan berganti baju. Setelah sarapan, aku akan mengajakmu pergi berjalan-jalan. Hanya kita berdua tanpa orang lain.”
Illyvare memandang Elleinder dengan cemas.
“Aku membatalkan semua kegiatan kita untuk hari ini. Mereka pasti mengerti kalau aku ingin menghabiskan hari ini hanya dengan istriku yang tercinta.” Elleinder kembali mencium Illyvare dan berkata, “Kali ini aku akan mengantarmu ke kamarmu dan memastikan engkau tidak pergi meninggalkanku lagi.”
“Aku tidak bermaksud pergi,” Illyvare membela diri tetapi Elleinder tidak mendengarkannya. Pria itu mengangkat tubuh Illyvare dan mengantarkannya sampai di kamar.
Seperti yang dikatakan Elleinder, seusai sarapan seekor kuda telah menanti di depan pintu masuk.
Nissha membawakan mereka sekeranjang besar makanan. Ketika memberikannya pada Illyvare, wanita tua itu berkata, “Kalian belum pernah berpiknik bersama. Sekarang saat yang tepat. Angin musim gugur yang sejuk. Daun-daun yang berguguran. Sinar matahari yang hangat. Semua itu akan membuat suasana jadi romantis.”
Nissha tersenyum bahagia kemudian melepaskan Illyvare ke dalam pelukan Elleinder yang segera membimbing gadis itu ke kuda yang telah menanti mereka.
Illyvare kebingungan melihat kuda itu.
“Kita akan berkuda,” Elleinder memberikan penjelasan singkat kemudian menaikkan Illyvare ke punggung kuda.
“Suatu hari nanti aku akan mengajarimu menunggang kuda,” kata Elleinder ketika mereka mulai meninggalkan Istana Qringvassein.
“Tidak perlu,” kata Illyvare tenang, “Aku lebih suka seperti ini.” Illyvare menyandarkan badan di tubuh Elleinder.
“Aku merasa dibohongi, Illyvare,” kata Elleinder. Elleinder melihat senyum tipis di wajah Illyvare yang tenang itu dan melanjutkan, “Tetapi tidak apa-apa karena aku juga suka berjalan-jalan seperti ini.”
Elleinder mempererat pelukan sebelah tangannya di pinggang Illyvare.
Pagi ini ia telah menyadari satu hal. Nissha benar, Illyvare tidak dingin dan tidak mengenakan topeng apa pun. Illyvare adalah gadis yang tenang namun memiliki hati yang sangat lembut. Di balik sikap tenang dan pendiamnya, ia menyimpan semua perasaannya. Hanya pada saat tertentu saja ia menunjukkannya. Seperti pada saat yang penting saja, Illyvare baru berbicara panjang lebar.
Tetapi Elleinder tidak merasa kecewa. Seperti yang dikatakannya, itulah yang membuat Illyvare seperti berada di dalam dunia perinya yang penuh keajaiban dan misteri. Itulah yang membuat perinya semakin berbeda dari peri yang lain. Elleinder mencintai perinya itu melebihi apa pun di dunia ini.
Seperti yang dikatakan Arwain, ia telah berjudi dan ia mendapatkan lebih dari harapannya. Elleinder mendapatkan hati perinya yang cantik dan mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah terbayang dalam hidupnya. Elleinder mempererat pelukannya dan terus melangkah menapaki jalan kehidupan mereka yang baru.
Langit sedemikian luasnya dan kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan di mana ujungnya.
Masa depan tak terbatas dan kita tidak tahu di mana kita akan melangkah di mana kita akan berhenti. Tetapi masa depan itu ada dan kita harus terus menjalaninya dengan segala cinta dan harapan.


Epilog


“Aku merasa engkau sedang berbohong padaku, Illyvare,” gerutu Elleinder ketika istrinya memaksanya duduk diam di Ruang Rekreasi Istana Vezuza.
Illyvare tersenyum dan berkata tenang, “Tidak ada yang kusembunyikan padamu.”
“Aku juga belum mendapat penjelasan mengapa engkau tiba-tiba pulang tanpa memberitahu lebih dulu?” Raja Leland mengingatkan.
“Saya ingin menunjukkan bakti saya pada Anda, Ayahanda.”
“Dengan pulang tiba-tiba dan memaksa kami duduk diam sementara engkau berputar-putar ke sana kemari seperti kicir angin?” gerutu Raja Leland.
Illyvare diam saja.
Elleinder tersenyum. Seperti itulah perinya. Selalu diam bila merasa tidak perlu mengatakan apa pun.
Gadis itu sibuk membantu para pelayan menata makanan di meja ruangan itu.
Elleinder terus memperhatikan punggung istinya itu.
“Sebenarnya apa yang sedang direncanakannya?” tanya Raja Leland tiba-tiba.
“Saya tidak tahu. Ia juga tidak mengatakannya pada saya.”
“Makan malam sudah siap,” kata Illyvare melaporkan. Illyvare mendekati Elleinder dan menariknya berdiri lalu beralih pada ayahnya.
“Apa yang membuatmu berubah sejauh ini?” tanya Raja Leland heran.
“Tidak ada,” jawab Illyvare tenang. Namun di matanya Elleinder melihat gadis itu menyembunyikan sesuatu. Illyvare tahu yang dipikirkan Elleinder dan berkata, “Mari makan malam telah menanti kita.”
Illyvare memeluk lengan Elleinder di tangan kanannya dan memeluk lengan ayahnya di tangan kirinya.
“Apa yang membuatmu berubah?” tanya Elleinder keheranan.
“Tidak ada,” jawab Illyvare tenang, “Aku hanya senang dapat pulang di malam Natal dan makan malam bersama keluargaku.”
Raja Leland tiba-tiba berhenti dan berkata tegas, “Sebelum engkau mengatakan apa yang kaurencanakan dari kami, aku tidak mau makan.”
Elleinder melihat Raja Leland menatapnya dan berharap ia melakukan hal yang sama. “Aku juga tidak mau makan bersamamu kalau engkau tidak mengatakan apa yang sedang kaurencanakan.”
“Aku tidak merencanakan apa-apa,” kata Illyvare tenang, “Ayo kita makan.”
“Aku tidak mau, sayang. Engkau harus mengatakan dulu apa yang kausembunyikan dari kami,” kata Elleinder bersikeras.
“Tidak seorangpun yang mau makan bila engkau tetap menyembunyikannya,” tambah Raja Leland tegas.
“Aku tidak merencanakan apa pun,” kata Illyvare merajuk, “Sungguh.”
“Katakan padaku, sayang, apa yang kausembunyikan dari kami,” bujuk Elleinder lembut, “Atau tidak ada makan malam bersama di malam Natal ini.”
Illyvare menatap kedua pria yang disayanginya itu bergantian. “Kalian jahat,” katanya semakin merajuk.
“Ayolah katakan,” bujuk Elleinder.
Untuk kesekian kalinya Illyvare mendengar perkataan, “Kalau engkau tidak mengatakannya, kami tidak mau makan.”
Illyvare memandang kesal ayahnya lalu Elleinder dan berkata, “Baiklah. Aku memang menyembunyikan sesuatu tetapi aku ingin memberikannya tengah malam nanti. Aku ingin memberi kalian hadiah Natal yang paling indah dalam hidup kalian.”
“Katakan saja sekarang,” desak Raja Leland, “Aku tidak akan mau membuka mata sampai tengah malam. Setelah menyantap semua makanan enak yang kausediakan itu, aku tidak yakin dapat membuka mata.”
“Semua makanan itu membangkitkan selera makanku. Aku tidak tahu apakah aku bisa tetap terjaga sampai tengah malam bila aku sudah kekenyangan,” timpal Elleinder.
“Kalian jahat,” kata Illyvare kekanak-kanakan, “Aku benci kalian kalau kalian melakukan itu.”
“Karena itu beritahu kami sekarang,” bujuk Elleinder.
“Baiklah,” kata Illyvare menyerah. Tetapi gadis itu tidak mau memberitahu begitu saja, ia memberikan teka-teki, “Aku sekarang tidak sendirian lagi. Ke mana-mana aku selalu ditemani olehnya. Ke manapun.”
“Apa yang hendak kaukatakan itu?” tanya Raja Leland keheranan.
Illyvare melihat Elleinder tetapi pria itu tidak menunjukkan ia juga tahu apa yang dimaksudkan Illyvare. “Apakah engkau ingin mengatakan aku selalu menemanimu?” tanya Elleinder.
“Bukan,” rujuk Illyvare kesal, “Sekarang aku berbadan dua!”
“Apa!?” kedua pria itu bertanya tak percaya. Mereka saling berpandangan dan saling bertanya, “Apakah itu benar?”
“Saya tidak tahu. Ia tidak memberitahu saya,” kata Elleinder lalu ia menatap Raja Leland.
“Aku juga tidak tahu. Ia juga tidak memberitahuku,” kata Raja Leland.
Kedua pria itu kembali menatap Illyvare.
Illyvare kesal melihat tatapan tidak percaya itu. “Benar, aku hamil,” katanya kesal.
Tiba-tiba Elleinder memeluk Illyvare dan mengangkatnya tinggi-tinggi. “Aku senang sekali mendengarnya, Illyvare.”
“Kapan engkau mengetahuinya?” tanya Raja Leland yang masih tidak percaya.
“Awal bulan ini,” jawab Illyvare.
“Mengapa engkau tidak memberitahuku?” tanya Elleinder.
“Aku sudah mengatakannya. Aku ingin memberi kalian hadiah Natal yang paling indah dalam hidup kalian,” kata Illyvare manja.
“Pantas saja sikapmu akhir-akhir ini menjadi lebih manja,” gumam Elleinder.
Raja Leland mendengar gumaman itu dan menyahut, “Pasti engkau mengandung anak laki-laki, Illyvare.”
Elleinder menurunkan Illyvare dan bertanya, “Maksud Anda?”
“Konon ketika Ratu Kakyu mengandung putra pertamanya, ia menjadi lebih manja dan lebih mudah tersinggung, seperti Illyvare saat ini. Sejak itu setiap Putri Kerajaan Aqnetta yang sedang mengandung anak laki-laki selalu menjadi lebih manja dan lebih mudah tersinggung terlebih ketika dalam bulan-bulan pertama kandungannya,” Illyvare memberi penjelasan.
“Pasti anak dalam kandunganmu itu laki-laki,” kata Raja Leland senang, “Aku akan punya cucu laki-laki.”
Raja Leland menarik Illyvare ke meja dan memberikan banyak makanan ke piring gadis itu.
Tidak ada ruginya Illyvare memberikan hadiah Natalnya saat ini karena kedua pria itu sangat senang sehingga mereka tetap terjaga hingga pagi. Mereka yang semula mengatakan tidak mau membuka mata sampai tengah malam, membuat Illyvare merasa lelah dan mengantuk tetapi mereka tidak mengijinkan Illyvare tertidur.
Elleinder berusaha membuat gadis itu terjaga dengan menyuruhnya mengenalkan leluhur-leluhurnya.
Illyvare membawa Elleinder ke Galeri Keluarga di mana di tempat itu terdapat lukisan seluruh keluarga Kerajaan Aqnetta dan harta pusaka mereka.
Ketika mereka tiba di depan lukisan Ratu Kakyu, Illyvare berkata, “Inilah Ratu Kakyu. Di cantik sekali. Aku selalu mengaguminya.”
“Tetapi ia tidak secantik engkau,” kata Elleinder.
Lalu Illyvare membawa Elleinder ke lukisan kakaknya. “Ini kakakku. Ia mirip sekali dengan Ratu Kakyu.”
Seorang gadis dalam lukisan itu memandang penuh semangat ke sekitarnya. Wajahnya menunjukkan semangatnya yang tinggi. Rambut merahnya bersinar terang. Gadis cantik itu tampak bersinar.
“Engkau benar. Ia lebih terlihat bersinar daripada siapa pun. Aku tidak heran engkau mengatakan ia lebih cantik darimu. Tetapi aku tetap merasa engkau yang paling cantik,” kata Elleinder. “Yang membuatku heran dan tidak percaya sampai saat ini adalah bahwa engkau hamil.”
“Aku benar-benar hamil,” rujuk Illyvare kesal.
“Tetapi engkau masih sangat muda.”
“Engkau tidak senang aku hamil,” Illyvare menunjukkan rasa tidak senangnya.
“Aku senang, sangat senang, tetapi…”
Illyvare menutup mulut Elleinder dan berbisik, “Tidak ada tetapi. Sekarang engkau tahu engkau akan punya anak.”
Elleinder sangat senang ketika sembilan bulan kemudian Illyvare melahirkan putranya yang gemuk. Setelah menanti cukup lama dalam kecemasan di depan kamar, akhirnya ia mendengar tangis bayi. Tak lama kemudian Nissha muncul dengan bayi yang sehat.
Elleinder ingin menggendong putranya tetapi ia sudah keduluan kakek si bayi. Elleinder mengalah dan ia masuk untuk melihat keadaan Illyvare.
Kebahagiaan yang dirasakan Elleinder saat melihat Illyvare yang duduk bersandar di ranjang dengan keringat bercucuran tak terkatakan. Ia duduk di samping istrinya dan berkata, “Engkau ibu tercantik yang pernah kulihat.”
“Dan engkau akan menjadi seorang ayah yang paling bahagia.”
“Tetapi saat ini aku tidak bahagia. Anakku direbut kakeknya.”
Illyvare tersenyum geli melihat ayahnya mengangkat tinggi-tinggi bayi laki-laki yang baru lahir itu.
“Engkau akan menjadi penerusku,” kata Raja Leland senang, “Aku akan mendidikmu menjadi pemimpin Reischauer yang paling hebat.”
“Kurasa kita harus siap menyerahkan dia ke dalam asuhan ayahku,” kata Illyvare.
“Aku pikir juga demikian.”
Tiba-tiba bayi itu menangis.
Nissha cepat-cepat mengambilnya dari Raja Leland. “Mungkin ia ingin bertemu ayahnya,” katanya ketika mengambil bayi itu.
Illyvare menerima bayinya dari Nissha.
“Ia bayi yang cantik.”
Illyvare melihat tubuh mungil itu.
Elleinder tertawa geli. “Baiklah, ia bayi yang tampan.”
“Aku kalah dengan kalian. Si kecil lebih senang bersama kalian.”
“Jangan berkata seperti itu. Kelak ia akan menyayangi Anda pula, Ayahanda,” hibur Illyvare. “Ia akan mencintai kedua kerajaan ini.”
“Ia akan menjadi cucu kesayanganku.”
“Kesayangan kita semua sampai anak berikutnya lahir,” sahut Illyvare sambil tersenyum.
Mereka setuju dan senang mendengarnya.
Elleinder melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Illyvare dan dengan mesra ia menatap wajah bayi mungilnya yang sedang tidur dengan nyenyak di pelukan ibunya. “Aku akan menantikan kehadiran bayi yang lain,” bisiknya.

Tamat

0 Comments:

Post a Comment